Home Cerdas Saya Belajar dari Orang Tua

Saya Belajar dari Orang Tua

0
Saya Belajar dari Orang Tua
Saya Belajar dari Orang Tua
Sudah selama 19 tahun kedua orang tua saya menikah. Dan setiap hari mereka selalu lalui bersama, dari membuka mata di pagi hari sampai menutup mata di malam hari selalu bersama-sama. Apalagi saya sudah keluar rumah dan pindah ke Jakarta tahun 1995 lalu adik saya menyusul pada tahun 2000, maka praktis semenjak itu mereka hanya berduaan saja tinggal di rumah. “Seperti bulan madu lagi..”, begitu ibu saya selalu berkata.
Mereka jarang sekali berpisah satu sama lain, kecuali apabila ada urusan yang tidak bisa dihindari, seperti misalnya ada anggota keluarga saya tiba-tiba sakit sehingga ayah saya harus mengantar ke rumah sakit dan menginap di sana. Tapi selebihnya, mereka selalu bersama. Pagi, siang, dan malam.
Sampai hari ini, setiap bangun pagi-pagi ketika matahari masih redup malu-malu di ufuk timur, ayah saya selalu memberi kecupan mesra untuk ibu saya. Mereka selalu memulai hari dengan mengucap doa bersama-sama. Biasanya ibu saya yang menyiapkan sarapan, namun tidak jarang ayah saya yang memasak Indomie dan menyeduh kopi untuk sarapan.
Ayah saya adalah seorang pria yang keras, tegas, tidak sabaran, tapi penuh kehangatan. Sejak saya dan adik saya masih kecil, beliau menuntut kami untuk selalu mengecup kedua pipinya dan pipi ibu kami setiap kali kami berpisah untuk pergi sekolah dan kembali ke rumah. Kebiasaan tersebut masih terus dilakukan hingga hari ini setiap kali kami bertemu.
Pada hari ulang tahun ibu saya, hari valentine, dan hari ibu, ayah saya selalu memberikan hadiah dan kejutan untuk ibu saya. Entah itu kado kecil yang sederhana ataupun sekedar menyiapkan masakan istimewa. Hari valentine yang lalu, di pagi hari ketika ibu saya keluar dari kamar tidur, di meja makan sudah terdapat kue tart coklat berbentuk hati dan sebuah kartu ucapan, “Untuk Mami tercinta..”
Setiap ibu saya jatuh sakit, ayah saya menjadi super sibuk dan uring-uringan setengah mati. Sibuk mengingatkan saatnya minum obat dan menyiapkan obatnya, mengerik punggung ibu saya, dan memasak obat-obatan herbal tradisonal. Bila tengah malam ibu saya batuk-batuk atau pilek, ayah saya segera bangun dan membawakan obat dan air minum hangat.
Bila sedang berjalan-jalan di mall atau di manapun, ayah dan ibu saya selalu bergandengan tangan atau berangkulan mesra. Dan di depan kami anak-anaknya, ibu saya tidak pernah malu untuk memeluk atau mengecup pipi ayah saya serta berkata betapa dia menyayanginya. Dan setiap kali ayah atau ibu saya mengirim SMS atau menelpon  saya dan adik saya, mereka selalu mengakhiri pembicaraan dengan dengan berkata, “Ayah dan Bunda sayang kalian” dan kami pun selalu membalasnya.
Semenjak saya kecil, tidak pernah sekalipun saya mendengar kedua orang tua saya bertengkar. Sedikit berbeda pendapat atau salah satu dari mereka ngomel-ngomel karena suatu kejadian memang sering terjadi, tapi tidak pernah ada pertengkaran yang berarti sama sekali.
Saya sangat bersyukur memiliki kedua orang tua yang begitu mesra dan mencintai satu sama lain. Saya merasa sangat beruntung menjadi bagian dari keluarga yang begitu harmonis dan penuh kehangatan. Dan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengertian saya mengenai dinamika sosial-romansa, saya menjadi tahu proses dan rahasia menciptakan sebuah hubungan seperti yang dimiliki ayah dan ibu saya.
Apabila Anda merasa tulisan saya seperti sok tahu dan tidak realistis, maka kali ini Anda tahu alasannya. Semua yang saya tulis bukanlah omong kosong dan idealisme semata. Saya tahu dan saya mengerti dengan jelas bagaimana menciptakan sebuah hubungan yang ideal, langgeng, dan harmonis, karena saya telah mengalaminya sendiri seumur hidup saya. Saya belajar dari kedua orang tua saya. I have learned from the BEST!
Saya ingin membagikan apa yang saya alami dan pelajari pada orang lain, dan berharap hal itu bisa memberikan inspirasi bagi Anda untuk menciptakan sebuah hubungan yang indah. Agar apabila Anda kelak memiliki anak, maka anak tersebut akan mengalami kebahagiaan yang selama ini telah saya alami.
Itu tujuan saya..
Satu hal yang saya pelajari dari ayah dan ibu saya adalah: setiap pihak dalam sebuah hubungan harus mengerti dan menerima perannya dalam hubungan tersebut, dan belajar untuk mencintai pasangannya sesuai dengan perannya tersebut.
Lagi-lagi saya harus menekankan soal peran, karena banyak orang yang salah mengerti. Saya tidak berusaha untuk merubah wanita untuk menjadi seperti yang pria inginkan, saya tidak berusaha untuk merubah Anda menjadi seseorang yang bukan diri Anda sendiri. Saya berbicara soal PERAN. Dalam setiap peran, Anda memiliki HAK dan KEWAJIBAN, terlepas dari bagaimana sifat dan pembawaan Anda.
Sebagai seorang Anak, jelas Anda memiliki HAK dan KEWAJIBAN. Anda berhak memperoleh kasih sayang, fasilitas pendukung kehidupan Anda, edukasi, dsb, tapi Anda juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab pada orang tua Anda dan lingkungan keluarga, seperti bersikap sopan pada kerabat yang lebih tua, lulus sekolah dengan lancar, dan menjaga nama baik keluarga. Sebagai seorang anak Anda tidak bisa bertingkah seperti orang tua. Dan Anda jelas tidak bisa berkata, “Mengapa saya harus sok sopan? Saya kan orangnya cuek! Suka tidak suka, ini saya apa adanya!”
Sebagai seorang karyawan Anda pun memiliki dan kewajiban. Anda berhak untuk mendapat gaji, asuransi kesehatan, bonus, dsb, tapi Anda juga memiliki kewajiban untuk bekerja dengan baik, bisa bekerja sama dengan kolega, dan mematuhi peraturan perusahaan. Sebagai seorang karyawan Anda tidak bisa bertingkah seperti boss. Dan Anda jelas tidak bisa berkata, “Saya kan tidak suka dipaksa, jadi saya akan kerja hanya ketika saya mau saja! Suka tidak suka, ini saya apa adanya!”
Begitu pula dalam hubungan romansa. Pria dan wanita memiliki perannya masing-masing, lengkap dengan hak dan kewajibannya. Pria tidak bisa bertingkah seperti wanita, dan begitu juga sebaliknya. Tidak peduli apakah Anda adalah wanita karir dengan gelar tinggi dan gaji besar, agar hubungan itu berjalan dengan baik, Anda harus melakukan kewajiban Anda sebagai seorang wanita dalam hubungan tersebut. Begitu pula dengan pria.

Saya belajar dari orang tua